Perjumpaan dengan teman TK
oleh Israr Ardiansyah *)
Sekitar 32 tahun yang lalu, dia temanku TK. Waktu itu aku kelas nol kecil, dia kelas nol besar. Meskipun begitu, kami mengalami belajar di satu ruang kelas yang sama dengan bimbingan kesabaran luar biasa yang dimiliki Bu Qom.
Saat itu, taman yang katanya paling indah itu hanya mempunyai satu ruang kelas yang terletak di dekat tangga naik menuju masjid. Aku masih ingat bahwa aku sempat protes kepada guruku ketika aku kehilangan banyak temanku di tahun berikutnya, "Mengapa banyak yang masuk SD sementara aku masih di TK, padahal aku bisa membaca?" Akhirnya, tahun kedua di TK itu banyak kulalui dengan membolos karena aku merasa sudah saatnya aku masuk SD.
Waktu berlalu dengan cepatnya. Hampir 24 tahun yang lalu, ketika aku baru saja masuk SMP 5 Yogyakarta, seorang anak kelas dua menyapaku, "Israr! Kamu masih ingat aku kan? Kita dulu teman di TK," ujarnya seraya menyebut namanya. Aku mengangguk, dan kamipun bersalaman lagi. Tempus fugit, time flies. Dan aku tidak pernah mendengar kabarnya lagi kecuali saat dia mengikuti program pertukaran pelajar ke Amerika ketika SMA.
Ketika pengumuman peserta terbaik penataran P-4 bagi mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada angkatan 1989 diumumkan, namanya disebutkan oleh pembawa acara. Dia melangkah dari barisan mahasiswa Fakultas Ekonomi untuk menerima penghargaan dari rektor UGM saat itu, Pak Koesnadi. Di saat itulah aku baru sadar bahwa kakak kelasku TK itu menjadi teman seangkatan. Beberapa saat kemudian, kamipun bertemu di tempat wudhu Gelanggang Mahasiswa UGM menjelang shalat Jumat. Aku sudah lupa tentang apa kami bercerita. Tetapi, kami menjadi lebih sering bertemu setelah itu, termasuk ketika suatu hari tidur di rumahnya, atau bertemu pagi-pagi sekali di rumah neneknya. Yang jelas, dia pernah tertawa lebar mengiyakan ketika aku katakan bahwa wajah ikan mas koki yang ada di ruang tamu rumah Bapaknya mirip seorang tokoh populer di masa Orde Baru.
Dia bahkan pernah bercerita kepadaku bahwa dirinya masih menyimpan fotoku yang sedang berbicara di muka kelas mewakili teman-teman sekelas untuk menyampaikan ucapan selamat ulang tahun kepadanya, ketika kami sama-sama di TK.
Ketika aku menjadi pembawa acara Tanah Merdeka TVRI Yogya, dia telah secara perlahan mengurangi intensitasnya di layar kaca di acara yang sama. "Aku di sebuah komunitas di mana sedikit saja kita melakukan kesalahan, tidak pernah ada 'excuse' lagi, ujar Ketua SM UGM itu.
Aku terakhir berjumpa dengannya tahun 1996 ketika dia sedang di Indonesia di tengah-tengah proses program masternya. Dia memakai handphone Syafiq sambil berkata, "Mencoba pakai handphone seorang bos," sambil tertawa. Aku mencandainya, "Ternyata, untuk mendapat beasiswa di luar negeri, tidak perlu kita menjadi wisudawan tercepat atau memiliki IPK tertinggi." Ucapanku itu akhirnya juga aku alami sendiri di kemudian hari.
Aku merasa setelah itu kami sempat bertemu satu kali. Tapi yang jelas, kami sama-sama lupa.
Kemudian, selama sekitar 11 tahun tidak banyak komunikasi email yang kami lakukan. Mungkin, tidak sampai 10 email pribadi yang saling kami layangkan. Yang jelas, kami tidak pernah bertemu, bahkan untuk saling melemparkan joke soal Arab (background etnisnya) dan bangsa-bangsa tetangganya.
Cengkareng, 27 Mei 2007. Aku menunggu panggilan untuk boarding Garuda yang akan membawaku ke Balikpapan. Di kejauhan, seorang berbaju batik bergegas memenuhi panggilan boarding pesawat Garuda tujuan Denpasar: temanku TK!
Aku memanggilnya dan dia menuju ke arahku sambil tersenyum ceria. Kamipun berangkulan. "It's been a long time. 13 tahun? 11 tahun? Ayo kapan-kapan kita bertemu. Apalagi kantormu dekat kantorku."
"Insya Allah," ujarku. Aku perkenalkan dia dengan temanku yang bersama-sama denganku berkecimpung di inisiatif The Forest Partnership, sambil bercerita, "Dia temanku TK. Beberapa hari lalu aku membaca berita kecil di KOMPAS tentang dia: Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina."
02 Juni 2007
*) Sebuah apresiasi untuk ARB dengan amanah baru yang dipikulnya. Mudah-mudahan ingatanku tidak terdistorsi sehingga cerita ini valid adanya...
Comments
Duh Tanah Merdeka, hiks, jadi inget Era allahuyarham :-(
Pa kabar Mas???
Oh ya, Tanah Merdeka angkatannya Era sudah tiada dua orang lho: Era (Tsunami 2004), dan Irfan Muktiono (2002)...
Mukti meninggal krn apa Mas???
Ambil S3 kah? ck ck ck ck...
http://berita.blogspot.com/2002_07_21_berita_archive.html
That's true, we should live up our dreams :-)
Btw, Mas skr kerja dimana? Ntar kalo aku mudik, kita kopdar ya Mas :-)
*samar samar kugambar wajahnya dalam memori, kenangan yg sudah sangat lama, medio 1995* :-(
salam rindu dari Tokyo. Terimakasih sudah posting hari ini.
Balikpapannya memandang hutan?Appreciate untuk semua yang Bang Is setor buat aku dimasa lalu.
Suami terbaikku Mas Soni, adalah dukungan kuat Bang Is juga, hehehe. Mas Soni ikut mengantarkan aku dengan doanya yang mustajab buat aku, sehingga aku bisa sekolah.
Dan ya....tidak perlu IPK terbaik dan Lulusan Tercepat untuk Ke Jepang.
Yiha.
Salam dari Tokyo
www.bainahsaridewi.wordpress.com
www.saridewi.blogspot.com
setiap waktu umbar tiba...yang kutonton cuma orang2 berambut gondrong yang berteriak-teriak aneh...
setelah besar..aku baru tahu mereka sedang olah vokal...:D:D
Inget aku gak??? Aku temen satu kosnya Mba Anna Fisipol :-) Kita ketemuan beberapa kali Mba :-)
Whuaaaaaaaaa, dunia bener2 jadi sempit krn MP :-p
Sukses utk sekolahnya di Jepun sono ya Mba Dewi :-)
irul, temen SMP 5 (taman kawak-kawak, hehe)
Salam Tangguh dari makassar